banner 728x250
Lahat  

Desak APH Usut Kebakaran

Beligat.com, LAHAT – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya, mendesak aparat penegak hukum (APH) serius mengusut peristiwa kebakaran akibat hubungan arus pendek yang sering melanda Kabupaten. Seperti amukan si jago merah, Rabu (5/5) membuat ludes rumah panggung berbentuk L milik Rizki. Diperkirakan api berasal dari arus pendek listrik.

Sebelumnya, Selasa (4/5) terjadi kebakaran juga disebabkan arus pendek di Stasiun Kereta Api Lahat Kelurahan Pasar Baru. Diduga tidak dilakukan pengecekan dan pengujian kelaikan teknik instalasi listrik dan unsur keselamatan ketenagalistrikan. Namun diterbitkan Sertifikat Laik Operasi (SLO) oleh Lembaga Inspeksi Teknik Tegangan Rendah (LIT-TR).

“Dengan kembali terjadi musibah kebakaran menimpa rumah warga di Lahat Tengah dan Stasiun Kereta Api, serta di Tanjung Sakti yang belum lama berselang. Hal ini sangat memprihatinkan dan bisa dimasukan situasi Darurat Keselamatan Ketenagalistrikan di Kabupaten Lahat, jika dalam pelaksanaannya tidak dilakukan pengecekan dan pengujian pada pemasang kelaikan instalasi kelistrikannya sesuai UU, berarti ada unsur kelalaian dalam musibah ini. Jika sudah SOP tentunya akibat konseling listrik bisa diminimalisir” ujar, Ketua YLKI Lahat Raya, Sanderson Syafei, Kamis (6/5).

Sanderson menambahkan, saat ini pihaknya tengah gencar melakukan pengawasan fungsi keselamatan ketenagaklistrikan terkait banyaknya temuan instalasi listrik konsumen dipasang abaikan Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) pada tingkat mengkhawatirkan karena dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lahat, arus pendek dari korsleting listrik disebut mendominasi penyebab kebakaran.

Sanderson meyakini kejadian kebarakan yang kerap menimpa akan terminimalisir bila tingkat kepatuhan terhadap kaidah terbilang tinggi. “Minimal kalau kaidah-kaidah dan SOP ini diikuti, tingkat keselamatan kita lebih tinggi dan tingkat kebakaran jadi menurun,” ujarnya.

Untuk itu, Sanderson meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas terhadap dokumen SLO untuk instalasi tenaga listrik yang tidak melakukan pengecekan dan pengujian di rumah konsumen.

“Ada beberapa kaidah yang harus dicek demi keselamatan ketenagalistrikan, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk peralatan listrik, siapa yang pasang instalasi, apakah oleh “tukang listrik” atau memang Instalatir bersertifikat atau tenaga teknik ketenagalistrikan ber-Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan (SKTTK), dan Sertifikat Badan Usaha (SBU) bagi badan usaha penunjang tenaga listrik,” tegasnya.

Mengingat SLO diwajibkan melalui UU, begitu pentingnya tugas LIT-TR dalam mengeluarkan SLO guna memastikan instalasi pelanggan dalam keadaan bagus dengan melakukan pemeriksaan dan pengujian sesuai dengan standar yang berlaku sebelum dialiri listrik, adapun masa berlaku SLO hingga 15 tahun, bukan sekedar jual kertas, lanjut Sanderson yang telah bersertifikat Kompetensi Ketenagalistrikan.

Sesuai dengan peraturan Undang-undang ketenagalistrikan bahwa instalasi listrik harus dipasang oleh orang-orang yang bersertifikat, merujuk PP No 38 tentang ketenagalistrikan, jelas dapat di jatuhkan sangsi pidana 2 (dua) tahun penjara serta denda sebesar 300 juta.

“Saya berharap aparat penegak hukum segera mengusut tuntas masalah keselamatan ketenagalistrikan ini. Dimana konsumen telah membayar biaya untuk dilakukan pengecekan dan pengujian terhadap instalasi listrik bangunannya, dengan demikian telah mengabaikan hak konsumen untuk mendapatkan pelayanan sesuai SOP (standard operating procedure) yang diatur UU, ” ujar dia.

Ia menyebutkan, pasal 4 Undang Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 tentang Hak Konsumen huruf (c) atas informasi yang jelas mengenai kondisi mengenai jaminan barang/jasa. Sementara Pasal 8 ayat (1), dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang, point (a.) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan ancaman dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen).

Masih menurut Sanderson, pihak Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) Sumatera Selatan seharusnya lebih proaktif dan bersuara, sebagai lembaga yang turut bertanggung jawab jangan hanya diam dan seolah tidak tahu masalah ini. “Kiranya AKLI dapat memberikan sumbangsih guna membantu pemerintah daerah, bukan sebaliknya tutup mata atas kinerja LIT-TR “jual kertas”.

Sanderson juga meminta pihak penyedia tenaga listrik dalam hal ini PT. PLN UP3 Lahat, harus juga turut serta dalam memberikan rasa nyaman kepada para konsumen tenaga listrik, bukan sekedar mencapai target pasang baru (PB) tanpa mengindahkan SOP dan amanat UU, serta kurangnya pemahaman K2 di UP3 Lahat. (rls/dkj)

error: Maaf Di Kunci