banner 728x250
Lahat  

Rugikan Konsumen, PLN UP3 Lahat Abaikan Keselamatan Ketenagalistrikan

Beligat.com, Lahat – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya, Sanderson Syafei, ST. SH angkat bicara terkait temuan tanpa instalasi listrik namun SLO keluar dan PLN UP3 dialirkan listrik, bahwa seharusnya masyarakat maupun industri wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) untuk instalasi tenaga listrik. Ia menegaskan masyarakat tidak boleh abai terhadap standar dan kaidah sebagai penentu utama dalam pemasangan listrik.

“Keseharian kita dekat dengan listrik. Semua kaidah yang menyangkut keselamatan ketenagalistrikan harus dijalankan,” tegas Sanderson saat diminta tanggapan awak media di Kantornya, Selasa (26/1/20).

SLO merupakan sertifikat yang menjadi bukti bahwa suatu instalasi listrik sudah memenuhi persyaratan untuk beroperasI atau sudah layak diberik tegangan listrik. SLO memastikan instalasi listrik beroperasi sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku. Sertifikat ini dibutuhkan sebelum instalasi dioperasikan, diawali dengan pemeriksaan dan pengujian sesuai dengan standar yang berlaku.

Menurut data Kementerian ESDM, selama tahun 2020, sebanyak 71% kebakaran terjadi disebabkan penggunaan energi listrik termasuk di Kabupaten Lahat melalui data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang tidak mengikuti standar dan kaidah-kaidah semestinya. Sanderson meyakini, kejadian kebakaran yang kerap menimpa akan terminimalisir bila tingkat kepatuhan terhadap kaidah cukup tinggi.

“Minimal jika kaidah-kaidah ini diikuti, tingkat keselamatan kita lebih tinggi dan tingkat kebakaran jadi menurun,” tuturnya.

Untuk itu, Sanderson menjelaskan agar setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Ketenagalistrikan. Selain kewajiban memiliki SLO untuk instalasi tenaga listrik, ada beberapa kaidah yang harus diterapkan untuk keselamatan ketenagalistrikan, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk peralatan listrik, Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan (SKTTK) bagi tenaga teknik kelistrikan, dan Sertifikat Badan Usaha (SBU) bagi badan usaha penunjang tenaga listrik.

Lanjut Sanderson, seharusnya sesuai SOP, PT. PLN hanya akan menyambung listrik kepada instalasi bangunan (pemanfaatan tenaga listrik) yang dimohonkan hanya bila instalasi pemanfaatan tenaga listrik sudah laik operasi, agar instalasi pemanfaatan tenaga listrik dapat diujicoba mendapatkan Sertifikat Layak Operasi (SLO) dari Lembaga Inspeksi Teknik (LIT), maka instalasi pemanfaatan tenaga listrik harus dikerjakan oleh Badan usaha pembangunan dan pemasangan yang memiliki Sertifikat Badan Usaha Ketenagalistrikan (SBUK) dan Izin Usaha Penunjang Ketenagakerjaan (IUJPTL) sehingga terjaga kualitas pekerjaannya dan dipastikan ditindaklanjuti dengan penerbitan Sertifikat Layak Operasi, namun faktanya memenuhi unsur pelanggaran pidana yang merugikan konsumen dengan UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan dan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pungkasnya.

Dalam UU No. 30 Ketenagalistrikan dijelaskan Pasal 51 Ayat (1) Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Ayat (1) sehingga mempengaruhi kelangsungan penyediaan tenaga listrik dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Adapun Pasal 44 Ayat (1) Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan.

Ditempat terpisah Pengamat Ketengalistrikan Kabupaten Lahat, Panusunan Sitompul, ST. SH menjelaskan bahwa batas kewenangan PLN antara lain, instalasi diluar kWh meter, seperti kabel Sambungan Rumah (SR) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR), jadi jika memang belum ditemukan instalasi seharusnya pihak PLN tidak melakukan penyambungan namun cukup disegel karena Tidak Layak Operasi (TLO) seperti yang dilakukannya saat menjabat Manager PLN Rayon Lembayung, tegasnya saat ditemui di Kantor AKLI Lahat Area.*Rls

error: Maaf Di Kunci