banner 728x250

Batik Durian Diapresiasi Masyarakat Eropa

*Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

Beligat.com, LUBUKLINGGAU – Keikutsertaan koleksi Batik Durian asal Lubuklinggau dalam pameran fashion di Kota Milan Italia, baru-baru ini, mendapat apresiasi luar biasa dari pasar internasional. Demikian dikatakan Ketua Dewan Kesenian Daerah Lubuklinggau, Hj Yetty Oktarina Prana kepada wartawan, Rabu (29/9).

“Sambutan masyarakat Eropa khususnya Milan, sangat luar biasa. Masyarakatnya sangat menghargai budaya yang sarat cerita sejarah. Lagipula koleksi yang kami bawa, memiliki tampilan modern dan menarik menurut pasar Eropa dengan karakter daerah yang sangat kuat. Ditambah lagi ada sponsor yang menyediakan secara gratis produk sepatu dan aksesoris lainnya,” ucap Rina (sapaan Hj Yetty Oktarina Prana, red).

Foto. Yetty Oktarina Prana

Bahkan sebagai salah satu bentuk apresiasi pasar Eropa, lanjut Rina, koleksi produk Batik Durian diperagakan ulang oleh modeling Eropa secara gratis. “Adapula dukungan dari pemilik lisensi Burgo Indonesia, Mbak Jeni. Desaigner terkemuka yang punya jaringan baik di Milan. Sehingga produk batik durian dipajang gratis di pusat perbelanjaan Milan,” tambah dia.

Ia menjelaskan, koleksi produk Batik Durian yang ditampilkan tersebut merupakan hasil pengembangan produk baru. Tujuannya untuk mengimbangi selera dan tren yang sedang diminati masyarakat internasional khususnya eropa. “Kalau desaign-nya standar seperti selama ini, tak mungkin bisa menarik perhatian,” ujar Rina.

Lagipula, sebagai penggagas batik durian, Rina memang menginginkan fashion khas daerah ini bisa terus eksis, berkelanjutan dan menyasar kaum milenial. Apalagi anak-anak muda sekarang cenderung kritis memilih fashion. “Makanya kami melibatkan desaigner-desaigner eropa untuk membantu melakukan koreksi produk batik durian,” terang dia.

Lebih jauh Rina menyampaikan, bahan baku koleksi batik durian yang dibawa ke Milan, semuanya menggunakan bahan organik. Seperti pewarna batik, menerapkan teknik pewarnaan alam dengan bahan dominan yang dipakai berasal dari jengkol dan pinang.

“Tapi untuk batik durian yang dipamerkan, bahan pewarnanya lebih bervariasi. Kemudian bahan kulitnya bersumber dari buah-buahan. Tidak menggunakan bahan berasal dari hewan. Kebetulan ada produk sponsor dari anak-anak kreatif Indonesia, binaan kementerian terkait, mengembangkan kulit dari bahan-bahan limbah pengolahan kopi dan buah-buahan lainnya. Penggunaan bahan kulit tersebut, menambah daya tarik batik durian yang dipamerkan,” ungkap Rina.

Ditanya mengenai upaya memaksimalkan produksi, Rina menjelaskan bahwa hal tersebut butuh dukungan dari masyarakat terutama kalangan pengrajin dan enterpenuer fashion di Lubuklinggau.

“Batik Durian ini saya gagas sejak 2013, telah ada pengrajin yang kami kirim untuk mengikuti pelatihan di Yogyakarta melalui Dekranasda. Tapi semua pengusaha bisa memproduksi batik durian tanpa royalti. Siapapun bisa membuat dan memakai konsep batik durian ini,” tegas Rina.

Rina mengakui, pihaknya masih kesulitan untuk meningkatkan produksi batik durian mengingat minimnya SDM. Walaupun telah memaksimalkan upaya untuk membina pengrajin lokal selama lima tahun terakhir. “Makanya perlu enterpenuer fashion yang mau ambil bagian mengembangkan peluang usaha dengan memproduksi batik durian. Tanpa dukungan itu, dirasa sulit untuk memaksimalkan produksi batik durian,” pungkas dia. (akew/dkj)

error: Maaf Di Kunci